Selasa, 28 Oktober 2014

pantai puger dan pantai kucur

Pantai Puger, 36 km arah barat Laut Kota Jember disamping sebagai tempat pelelangan ikan juga sebagai tempat wisata karena alamnya yang indah. Wisatawan berkunjung ke Pantai Puger selain menikmati keindahan panorama alamnya juga dapat berperahu menyusuri pantai. Di Pantai Puger inilah setiap tahun diadakan acara “Larung Sesaji” sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki yang diberikan. Bersebelahan Pantai Puger, terdapat pantai yang juga menarik yaitu Pantai Kucur. Di Pantai Kucur wisatawan dapat menemukan kawanan kera merah yang selalu bergerombol dan suka bercanda dengan para wisatawan apalagi bila melihat wisatawan membawa buah-buahan atau makanan. Konon, menurut cerita rakyat kera-kera itu akan membawa malapetaka apabila ada pengunjung berani menyakiti apalagi sampai membunuhnya.

Pantai seluas 2 (dua) hektare ini dinamakan Kucur karena ditengah-tengahnya terdapat petilasan bekas pertapaan Mbah Kucur, seorang prajurit yang tugasnya mengawal Pangeran Puger dari Kerajaan Mataram,” ujar penjaga pantai sekaligus juru Kunci Mbah Kucur, Boiran.
Nama kecamatan Puger, menurut Pak Ran, sekitar abab ke 18 Pangeran Puger ditemani empat pengawalnya yakni Senopati Mataram Suryo Joto, Mbah Pancer Jenggot, Mbah Sindu Pramo dan Mbah Kucur melakukan tapa di pantai barat laut Jember, sehingga dinamakan Puger. “Pangeran Puger mengakhiri tapanya dan kembali ke Mataram, tetapi pengawalnya tidak ikut melainkan menetap di Puger seperti Nusa Barong dan Kucur,” ujarnya.
Petilasan di ujung pantai selatan Jember ini menjadi salah satu tujuan wisata batin. Pada hari-hari Kamis dan malam Jumat banyak pengunjung. Tiap 15 Muharam larung sesaji petik laut.

Pantai ini selain pasirnya putih ombaknya tidak terlalu besar sehingga cocok sebagai tujuan wisata. Ada keunikan dari pantai ini, yakni bisa mengubah bentuk, jika air laut pasang maka pantai bisa jadi pulau karena daratannya landai. Dari jauh warnanya hijau kebiru-biruan, karena Kucur selalu diselimuti tumbuh-tumbuhan pantai dan semak belukar yang rimbun. Sedangkan warna kebiruan, karena daun yang menutupi pantai terkena pantulan air laut yang dipancarakan sinar matahari.

Waktu pagi menjelang fajar menyingsing, pengunjung bisa menyaksikan terbitnya matahari atau sore saat sang surya kemerahan pelan-pelan tenggelam. Pada bulan purnama pesisir pantai bercadas ini nampak seperti bongkahan emas murni yang melingkar di tepi pulau.
Pesisir ini rimbun ditumbuhi berbagai jenis pohon dari tanaman atau flora khas pantai. Tanaman yang ada di sekitar pantai ini adalah sejenis klampis laut, nyamplung, pohon sawo kecik, trembesi, mahoni, sawo gunung, gayam, wimbo, mindi, akasia, waru rangkang, kakau, ketapang, sengon laut, balsa sungkai, glodokan tiang, kruing, simpur, merawan (dellia sp) dan tanjung (shoepea).
Binatang yang masih ada di sekitar hutan kijang, menjangan, banteng, kura-kura, penyu, ular, aneka burung laut seperti pecuk, mliwis putih, kuntul, blekok, bangau, angsa, itik. Selain itu, di dekat pantai banyak aneka kera yang hidup berkelompok, yang tidak boleh diganggu. Kera merah ini paling banyak dan paling jinak dan sudah terbiasa dengan pengunjung.
Untuk menuju ke tempat wisata Kucur, dari TPI Puger bisa menyeberang dengan menggunakan jasa perahu sampar atau perahu motor milik para nelayan Puger. Ongkos penyebrangan cukup murah yakni Rp 10 hingga 20 ribu per orang pulang pergi Puger-Kucur. Dengan perahu kecil para pengunjung bisa melihat keindahan panorama Pantai Puger dan Pantai Kucur yang berbuih dan berpasir putih.

Di lokasi ini pengunjung bisa melihat hamparan laut luas tanpa batas. Dari kejauhan tampak segerombolan burung laut terbang hilir mudik mencari mangsa ikan-ikan segar. Di tengah-tengah samudra tampak para nelayan sibuk mengayunkan jalanya untuk mencari ikan.
Di lokasi dekat sandaran perahu terdapat fasilitas kolam renang berhadapan langsung dengan hamparan laut lepas. Juga tempat untuk kemping dan out bond bagi pelajar dan mahasiswa serta masyarakat umum. Jika musim liburan biasanya para pelajar banyak berkemah dan bisa belajar menyatu dengan alam. Siswa yang berwisata dapat belajar tentang kehidupan binatang yang hidup di alam bebas sambil menikmati segarnya udara pantai.

Jumlah pengunjung sekitar 2000 orang pada hari biasa, pada hari libur dan hari raya idul Fitri lebih dari 20 ribu orang per hari. Pengelola Balai Konserfasi Sumber Daya Alam Jatim II tidak memungut biaya.
Pulang berwisata pengunjung bisa belanja terasi, petis dan ikan laut segar langsung dari nelayan yang sandar di Puger. Ada bermacam-macam ikan seperti tongkol berat sekitar dua kilo gram harganya Rp 25 ribu, ikan bandeng dua kilo gram Rp 20 ribu dan ikan pating sekitar Rp 20 ribu untuk tiga kilo gram. Selain itu juga dijual jenis ikan lainnya seperti ikan nus, rajungan, ikan layang, ikan cumi-cumi, kepiting, ikan pari, ikan layur dan ikan teri putih.

permasalahan hutan dan penangannanya


Permasalahan hutan dan upaya penanganan oleh pemerintah

    Negara Indonesia yang terdiri dari 17.058 pulau itu memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad renik yang lebih besar daripada negara-negara tetangganya. Hal ini terjadi karena keadaan alamnya yang berbeda dari satu pulau kepulau lainnya, bahkan dari satu tempat ke tempat lainnya dalam pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumber daya hayati dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem, yang masing-masing menampilkan kekhususan pula dalam kehidupan jenis-jenis yang terdapat didalamnya
    Sumber daya hayati yang paling banyak dieksploitasi pemnfaatannya adalah sumber daya yang terdapat dalam ekosistem hutan hujan yang terletak di dataran rendah . Dari segi ekonomi memang ekosistem hutan semacam inilah yang dapat mendatangkan keuntungan terbesar karena mengandung kekayaan paling tinggi yang disebabkan oleh adanya keanekaragaman hayati yang terbesar pula. Lagipula bagian terbesar hutan-hutan Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropik yang terletak di dataran rendah itu. Di dalam hutan semacam ini tumbuh berbagai jenis kayu yang bernilai ekonomis tinggi.
    Secara internasional hutan Indonesia berfungsi sebagai paru-paru dunia dan dianggap signifikan mempengaruhi iklim dunia. Selain itu, sebagai sumber keragaman hayati dunia hutan Indonesia telah menjadi perhatian untuk dipertahankan keberadaan dan tingkat mega biodiversity, yang memiliki 10 persen tumbuhan berbunga di dunia, 17 persen spesies burung , 12 persen satwa mamalia, 16 persen satwa reptilia, dan 16 persen spesies amphibia, dari populasi dunia.
    Oleh karena itu, pengelolaan hutan Indonesia perlu dilakukan secara profesional dan terencana sehingga hutan dapat dimanfaatkan secara optimal, tanpa mengurangi kemampuan hutannya menghasilkan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lokal, nasional, maupun regional, bahkan internasional.
    Pengelolaan hutan yang profesional dan terencana dibutuhkan, terutama untuk daerah yang rentan terhadap terjadinya degradasi lahan dan lingkungan, seperti di Irian Jaya.
    Selama 3 dekade sektor kehutanan telah menjadi modal utama pembangunan ekonomi bangsa, dan telah memeberikan dampak positif, seperti penyerapan tenaga kerja, perolehan devisa, dan pengembangan wilayah.
    Diakuinya pengelolaan hutan di masa lalu banyak kekurangan. Dinamika pembangunan masa lalu telah menyebabkan pemanfaatan hasil hutan, terutama kayu, yang berlebihan terbukti oleh kapasitas industri nasional yang melebihi kemampuan pasok kayu lestari.
    Kekecewaan terhadap sistem pengusahaan hutan telah menimbulkan berbagai permasalahaan di beberapa daerah yang berdampak terhadap degredasi hutan. Selama 5 tahun terakhir, laju deforestasi diperkirakan 1,6 juta hektar per tahun.
    Berdasarkan citra satelit 1995 - 1999 hutan produksi yang rusak di Indonesia pada 432 HPH mencapai 14,2 juta Ha, sedangkan kerusakan pada hutan lindung dan hutan konservasi mencapai 5.9 juta Ha.
    Kerusakan tersebut, disebabkan oleh pengelolaan hutan yang tidak tepat, penebangan liar, perambahan hutan, dan pembukaan hutan skala besar serta kebakaran hutan. "Kerusakan bahkan diperburuk oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu
     Ada 2 hal yang bisa dikatakan sebagai penyebab dari kerusakan hutan. Yang pertama adalah adanya hak penguasaan hutan yang kita  ketahui tidak lagi berjalan secara prosedural. Dalam artian instasi- instasi yang mendapat hak penguasaan hutan atau HPH tidak lagi mematuhi peraturan dalam pengelolaan hutan mereka.Sedangkan yang kedua adalah penambangan-penambangan di kawasan htan lindung yang sampai saat ini mengalami kontroversi karena banyak investor yang merasa “nggondok ” karena mereka sudah terlanjur menanamkan investasi mereka untuk penambangan sedangkan di Indonesia sendiri baru saja dikeeluarkan UU No 41/1999 yang melarang adanya penambangan didaerah konservasi.
    Untuk mengatasi permasalahan mengenai boleh tidaknya penambangan di daerah hutan lindung Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pihaknya  masih tetap mengupayakan agar usaha pertambangan bisa dilakukan di kawasan konservasi atau hutan lindung. Menurutnya, pihaknya akan tetap mengupayakan hal itu, meskipun Menteri Kehutanan, M Prakosa menyatakan tidak akan memberikan peluang bagi pengusahaan pertambangan di kawasan hutan karena dianggap melanggar UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan.
    Permasalahan pengusahaan pertambangan di hutan menjadi pelik karena ada kontrak-kontrak pertambangan yang telah dilakukan sebelum UU Nomor 41/1999 diberlakukan. Setelah UU itu berlaku, ternyata Departemen Kehutanan menetapkan bahwa lokasi pertambangan tersebut berada di dalam kawasan konservasi. "Hal-hal seperti ini pula yang perlu dibicarakan dengan kedua pihak karena kontrak juga merupakan produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah bersama investor," ungkapnya.
    Penyelesaian itu, lanjut Purnomo, tak harus selalu dengan melakukan perubahan UU No 41/1999. Ia menambahkan, kenyataannya di beberapa daerah juga terdapat kawasan hutan lindung yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi, namun nyatanya bukan hutan lindung lagi, tapi hanya padang ilalang belaka. "Hal itu pula yang perlu didefinisikan lagi," tegasnya.
    Sebelumnya, sejumlah investor telah menunda pengusahaan pertambangan di Kawasan Timur Indonesia karena terdindih peraturan sektor kehutanan dan pertambangan. Investor tersebut mengancam tidak akan menempatkan dananya di Indonesia lagi, jika permasalahan hukum di Indonesia belum juga teratasi.
    Pemerintah membentuk dua tim untuk menyelesaikan masalah pertambangan yang diakibatkan oleh undang-undang No. 41/1999, di mana pertambangan terbuka tidak diperbolehkan di kawasan hutan lindung dan konservasi. Tujuannnya untuk mencari titik penyelesaian dari masalah tumpang tindih ini. Terutama difokuskan pada kontrak-kontrak pertambangan dan enerji yang ditandatangani sebelum UU No. 41 /1999 itu tersebut. Hal ini untuk menjaga iklim investasi dan kelangsungan pengusahaan ini.
    Dengan adanya UU No. 41/1999 itu, sebagian besar perusahaan pertambangan yang masih eksplorasi menjadi terhenti kegiatannya karena adanya pergeseran dari hutan produksi menjadi hutan lindung.
    Sampai saat ini terdapat 150 perusahaan pertambangan terdiri dari 116 tahap eksplorasi dan 34 sudah dalam tahap ekploitasi.
    Menurut Purnomo, jumlah nilai rencana investasi 1-5 tahun sejak 2000 adalah 3,2 milyar dolar As. Sedangkan kontribusi dari 7 kontrak area terhadap     perekonomian nasional sebelum UU No. 41/1999 diterbitkan adalah 944 juta dolar AS.
    Menurut menhut Prakosa, kedua tim tersebut nantinya akan melibatkan seluruh unsur masyarakat terdiri dari LSM, PT, kantor KLH , Pemda serta swasta. "Semua pihak terlibat di sini. Jadi mempunyai nilai kompetensi ilmiah yang dibutuhkan untuk menilai sehingga diharapkan komprehensif dan obyektif," tambah Menhut.
    Kedua tim tersebut adalah tim A yang dibentuk melalui SK menteri perekonomian dan bertugas untuk meneliti perusahaan yang sudah dalam tahap eksploitasi. Sedang tim B dengan SK menhut meneliti perusahaan yang amsih dalam tahap ekplorasi.
    Selain itu, lanjut Purnomo, pemerintah sedang menyelesaikan rencana peraturan pemerintah yang difasilitasi oleh sekretaris kabinet dan diharapkan bisa menjembatani masalah-masalah yang timbul dari UU No. 41/1999.
    Sedangkan untuk kontrak-kontrak ke depan menurut Menhut, akan megikuti aturan UU No. 41/1999 yang menyatakan dengan tegas bahwa tidak diperbolehkan untuk melakukan pertambangan terbuka di hutan lindung dan konservasi.
    Sedangkan kerusakan hutan yang disebabkan oleh penyalahgunaan Hak Penguasaan Hutan (HPH) ditanggapi oleh Menteri Kehutanan (Menhut) M Prakosa dengan cara menunda izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sampai review pengkajian HPH untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh mengenai hutan Indonesia selesai dilakukan.
    Menhut mengharapkan tahun 2003, semua HPH sudah mendapatkan sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari. "Yang tidak dapat itu akan kita cabut izinnya. Kita akan betul-betul tegas, tidak akan main-main dalam pengelolaan hutan ini," ujar Prakosa.
    Review HPH ini menurutnya akan dilakukan oleh lembaga independen berdasarkan kriteria yang diajukan Dephut, namun Dephut sendiri tidak terlibat dalam peristiwa tersebut.
    Sampai saat ini, sudah ada tiga institusi yang mereview HPH, dimana review sendiri akan dilakukan April mendatang. Menhut mengemukakan, dirinya menghadap Wapres  melaporkan mengenai upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh Dephut, terutama berkaitan dengan restrukturisasi kehutanan dalam rangka efisiensi.
    Dikemukakannya, dalam rangka efisiensi tersebut, Dephut melakukan tiga kegiatan yaitu rehabilitas, pemanfaatan dan industri kehutanan. "Dari hulu sampai ke hilirnya akan dilakukan pembenahan-pembenahan dan sudah dilaksanakan, sehingga akan diperoleh suatu struktur bisnis kehutanan yang efisien," jelasnya.
    Prakosa menambahkan, Dephut tidak akan memperpanjang izin HPH bila hutan yang dikelola perusahaan tersebut tidak bagus, dimana potensi hutannya harus 75 meter kubik per hektar atau setara 14 pohon berdiamater 50 cm ke atas per hektar. "Jadi kalau areal itu sudah rawan, kita masukkan sebagai area rehabilitas, sehingga tingkat eksploitasi hutannya kita kurangi sedemikian rupa," katanya.
    Ia mencanangkan, dari 10-20 tahun ke depan, tidak bisa tidak merupakan era rehabilitas dan konservasi hutan, karena tingkat eksploitasi hutan Indonesia saat ini sudah terlalu tinggi sehingga melebihi daya dukung hutan untuk rehabilitas.
    Secara global yang dibutuhkan oleh  kelestariaan hutan adalah sebuah pengelola yang sah dan bertanggung jawab. Seperti yang dijanjikan oleh Menteri Kehutanan.Menteri Kehutanan Nur Mahmudi Ismail mengusulkan sebuah perusahaan umum (Perum) sebagai instansi pengelolaan hutan sebagai konsep sistem baru yang menyatukan legalitas pemanfaatan dan legalitas hukum pengelolaan hutan lestari.
, Ia menjelaskan institusi tersebut merupakan pemegang mandat dalam pelaksanaan otonomi pengelolaan hutan, sekaligus pemegang mandat dari pemerintah pusat, sebagai pemegang kewenangan hukum atas kawasan hutan.
    Untuk sementara institusi yang dimaksud dinamakan Badan Pengelola Kehutanan dalam bentuk badan usaha Perum dengan struktur dewan pengawas dan dewan direksi, dari perpaduan wakil masyarakat adat, swasta, pemerintah kabupaten dan propinsi dan pemerintah pusat.
    Menurut dia, sistem itu akan lebih menguntungkan Pemda serta masyarakat dan lebih menjamin terwujudnya kelestarian hutan.
    Mengingat begitu banyaknya manfaat hutan dan kondisi huatan yang masih kritis. Seadangkan lingkungan hidup kita selalu dituntut untuk terus mampu menghidupi kebutuhan manusia maka ada baiknya bagi kita untuk lebih mengingat kembali tugas kita untuk memperbaiki  hutan kita.